Integration Worker System sebagai Alat Integrasi Data Tuberkulosis Nasional

Yogyakarta, 17 Juli 2025 – Berdasarkan laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2024, Indonesia menduduki posisi kedua di dunia dalam angka kejadian tuberkulosis (TB). Situasi yang mengkhawatirkan ini menarik perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan kesehatan nasional. Tingginya prevalensi TB menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan, memerlukan intervensi yang segera dan efektif.

Sebagai respons terhadap isu mendesak ini, pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) pada tahun 2022 sebagai langkah strategis pengendalian penyakit. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa capaian program pengendalian TB belum memenuhi harapan. Laporan terbaru dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, melalui Surat Direktur nomor PM.01.01/C.III/6758/2024, mengungkapkan bahwa pada awal tahun 2025, penemuan kasus hanya mencapai 78% dari target 90%, sementara pemberian terapi pencegahan TB sangat rendah, baru mencapai 19,2% dari target 68%.

“Tantangan utama dalam pengendalian TB di Indonesia terletak pada kompleksitas proses validasi dan standardisasi data yang tersebar di tiga sistem informasi kesehatan yang berbeda,” jelas seorang pejabat Kementerian Kesehatan saat memberikan anjuran untuk melakukan pemadanan data TB tahun 2024 melalui media zoom. Kompleksitas ini menghambat efektivitas upaya pengendalian TB dan menyoroti perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi.

Ketiga sistem yang dimaksud adalah Rekam Medis Elektronik (RME), SITB, dan E-Klaim BPJS. Permasalahan mendasar yang dihadapi adalah ketidakseragaman dalam penerapan kode diagnosis ICD-10 untuk kasus TB (A15-A19). Inkonsistensi ini menciptakan hambatan serius dalam proses validasi dan integrasi data TB di tingkat nasional, sehingga menyulitkan pelacakan dan pengelolaan kasus TB secara efektif.

Sebagai solusi inovatif, Dr. Rita Dian Pratiwi, seorang dosen dan peneliti di Universitas Gadjah Mada (UGM), mengusulkan pengoptimalan Integration Worker System (IWS), sebuah sistem yang telah dikembangkan dalam penelitian beliau sebelumnya sebagai alat untuk mengintegrasikan Data Kesehatan di fasilitas Kesehatan ke Satu Sehat. IWS akan dimanfaatkan untuk melakukan validasi dan standardisasi data TB berdasarkan kode ICD-10, dengan fokus pada analisis mendalam pola penggunaan kode diagnosis TB pada ketiga sistem yang ada.

“Sistem ini dirancang untuk mengidentifikasi berbagai variasi penggunaan kode serta melakukan pemetaan komprehensif terhadap hubungan antar kode,” ungkap salah satu peneliti yang terlibat dalam pengembangan sistem tersebut. Hasil pemetaan tersebut akan menjadi dasar dalam pengembangan panduan kodifikasi yang menyeluruh, yang sangat diperlukan untuk diagnosis yang akurat dan tindakan medis dalam perawatan TB.

Identifikasi diagnosis dan tindakan medis dalam perawatan TB sangat penting, mengingat biaya pengobatan yang cukup tinggi, jumlah kasus yang banyak, serta durasi pengobatan jangka panjang. Dengan menerapkan IWS, sistem kesehatan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan akurasi data dan memperbaiki pengelolaan keseluruhan kasus TB, yang pada akhirnya berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait kesehatan dan kesejahteraan.

Sebagai kesimpulan, Pemanfaatan IWS ke dalam strategi pengendalian TB nasional merupakan langkah maju yang signifikan dalam mengatasi tantangan yang dihadapi oleh TB di Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi dan integrasi data, pemerintah dan pemangku kepentingan kesehatan dapat bekerja lebih efektif untuk mengurangi angka kejadian TB dan meningkatkan hasil kesehatan bagi populasi.

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*