Penulis: Dian Herawati
Perkembangan teknologi digital dalam kesehatan berimbas pada segala aspek kehidupan termasuk transformasi digitalisasi pelayanan kesehatan yaitu penggunaan Rekam Medis Elektronik (RME). Perekam medis merupakan salah satu tenaga kesehatan yang masuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis. Bedasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan untuk menggunakan RME. Tujuan penggunaan RME antara lain meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien. Dengan penggunaan RME maka kualitas data pasien akan lebih bagus dan akurat.
Perekam medis merupakan tenaga esehatan yang paling berperan dalam penerapan RME. Tugas perekam medis dalam penerapan Rekam Medis Elektronik diantaranya registrasi pasien, pendistribusian data RME, pengisian informasi klinis, pengolahan informasi RME, penginputan data untuk klaim pembiayaan, penyimpanan RME, penjaminan mutu RME, transfer isi RME.
Penerapan RME bagi perekam dapat berisiko menimbulkan kelelahan karena menatap computer dan posisi duduk dalam waktu yang lama. Hal tersebut perlu dilakukan penilaian risiko dari bahaya ergonomi, radiasi, elektrikal, dan fisik karena perubahan sistem kerja pada unit rekam medis.
Unit kerja rekam medis di Puskesmas terdiri dari ruang pendaftaran dan ruang rekam medis. Dimensi ruang rekam medis menunjukkan panjang 5.344 m, lebar 2.830 m dan tinggi2.819 m, sedangkan ruang pendaftaran menunjukkan dimensi panjang 2.948 m, lebar 2.515 m, dan tinggi 2.834 m.
Hasil identifikasi bahaya dari pekerjaan perekam medis di Puskesmas diperoleh adanya bahaya fisik (suhu, kebisingan, dan penerangan), bahaya radiasi, bahaya ergonomi, bahaya kimia, dan bahaya organisasi (beban kerja, rekan kerja, dan pasien) dimana hasil pengukuran standar kerja perkantoran berdasarkan Permenkes Nomor 48 tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran dan Permenkes Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Pengukuran bahaya fisik dengan termometer ruang menunjukkan suhu tertinggi juga di ruang pendaftaran dengan hasil kisaran 28.2 sd 31.0 oC dengan kelembaban udara RH 66 persen. Standar suhu ruang perkantoran sebesar 23-26 oC terlebih yang menggunakan komputer perlu suhu ruang yang lebih rendah. Hasil pengukuran menunjukkan suhu ruang lebih dari nilai standar kerja suhu perkantoran. Standar kelembaban udara di lingkungan perkantoran sebesar 40-60 persen, sehingga nilai pengukuran juga menunjukkan lebih dari standar.
Bahaya fisik lain yaitu kebisingan ruang pendaftaran diukur menggunakan alat sound level meter menunjukkan nilai 84-87 dBA. Berdasarkan standar kebisingan untuk ruang umum sebesar 65-75 dBA, sedangkan hasil pengukuran menunjukkan tingkat kebisingan melebihi standar. Bahaya pencahayaan diukur dengan luxmeter pada ruang rekam medis sebesar 41.6 Lux, dan di ruang pendaftaran sebesar 103.5 Lux. Standar kerja ruang pencahyaan untuk pendaftaran maupun ruang kantor minimal 300 lux. Hasil yang didapatkan menunjukkan kurangnya pencahayaan bagi petugas rekam medis di Puskesmas.
Hasil uji pengukuran bahaya kimia seperti debu dengan dust meter pada ruang pendaftaran menunjukkan hasil paling tinggi diantara ruang lain di Unit Kerja Rekam Medis menunjukkan hasil debu dengan 2.5 µm: 40 µg/m3 sedangkan debu dengan ukuran 10 µm: 6 µg/m3 . Debu di ruang perkantoran harus memenuhi aspek kesehatan dan kenyamanan pemakai ruangan. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan dalam ruang perkantoran kandungan debu respirabel maksimal 0.15 mg/m3 atau 1.5 µg/m3. Hasil pengukuran menunjukkan nilai di atas standar debu di perkantoran.
Pengukuran bahaya gelombang elektromagnetik radiasi menggunakan electromagnetic field tester menunjukkan nilai 72 µT. Berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB) pemaparan medan magnet statis yang diperkenankan sebesar 2 T. Dari hasil pengukuran menunjukkan nilai pengukuran lebih rendah dari NAB, namun jika intensitas paparan selama kurang lebih 4-6 jam petugas rekam medis bekerja dalam penerapan RME, maka akumulasi paparan radiasi perlu pengukuran lebih lanjut.
Dari segi ergonomi, penggunaan kursi kerja bagi petugas rekam medis di Puskesmas belum memenuhi kaidah ukuran kursi sesuai dengan ukuran karyawan, kursi memiliki lima kaki, baik beroda atau tidak, dan sandaran kursi harus menyangga lengkungan pinggang (kemiringan fleksibel) dan dimensi kursi sesuai standar.
Bahaya organisasi bisa terjadi karena jumlah pasien yang dilayani cukup banyak yaitu sekitar 150-200 pasien per hari dengan 2 orang petugas rekam medis. Namun saat wawancara dengan petugas rekam medis, ada 2 orang yang membantu di luar petugas rekam medis terutama saat di ruang pendaftaran, sehingga beban kerja dianggap masih bisa diterima. Perlu kajian lebih lanjut karena dengan adanya RME setelah pendaftaran selesain, petugas rekam medis juga harus melakukan analisis koding yang terkait dengan klaim dan pembiayaan.
Berikut dokumentasi beberapa hasil identifikasi bahaya pada pekerjaan petugas rekam medis di Puskesmas dalam penerapan RME terlihat pada gambar 1-3.
Gambar 1. Posisi janggal pada tangan saat menggunakan keybord komputer
Gambar 2. Posisi janggal saat duduk dan melakukan pekerjaan dengan komputer
Gambar 3. Jarak dan intensitas menatap komputer selama bekerja
Beberapa standar untuk duduk, dimensi kursi, dimensi meja, jarak pandang, penggunaan mouse, dan penggunaan ruang kerja juga ada regulasinya. Secara spesifik, pekerjaan menggunakan komputer seharusnya memenuhi kaidah seperti gambar 4.
Gambar 4. Standar desain kerja ergonomis pada pekerjaan menggunakan komputer
Saat menggunakan keyboard dan mouse saat pengerjaan RME perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi efek jangka panjang berupa carpal tunnel syndrome atau trigger finger sebagai penyakit akibat kerja. Adapun gambaran penggunaan keyboard dan mouse dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Standar penggunaan keyboard dan mouse
Terdapat perubahan potensi bahaya dari perubahan rekam medis manual menjadi RME. Saat penerapan rekam medis manual bahaya yang paling banyak terdapat di ruang filing. Hasil penelitian menunjukkan risiko paling besar dari penerapan RME adalah risiko gangguan Kesehatan seperti gangguan sistem respirasi, Gangguan Otot Rangka, kelelahan kerja, dan gangguan mata. Upaya yang perlu dilakukan untuk pengendalian risiko mengikuti hirarki pengendalian risiko dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki Puskesmas agar tercipta well-being bagi perekam medis saat penerapan Rekam Medis Elektronik (RME).